Anda yang sudah menerima THR,
boleh bergembira karena ada tambahan penghasilan bulanan yang dapat Anda
gunakan untuk keperluan operasional Lebaran. Biasanya, saat menerima THR kita
akan membuat sederet panjang daftar alokasinya. Sebutlah ongkos mudik dan THR
pekerja di rumah, beli baju baru, membelikan hadiah untuk anggota keluarga,
hingga menyiapkan angpau untuk keponakan.

Pernahkah terlintas di benak Anda, bahwa sebenarnya kita bisa membayar zakat
maal dengan memanfaatkan uang THR? Atau... sadarkah Anda bahwa THR itu perlu
dizakatkan juga?
Suasana
pembayaran zakat fitrah. (Tony Hartawan / TEMPO)
Selama ini kita sering mengenal istilah zakat fitrah, yaitu zakat yang kita
bayarkan saat Ramadan, sebelum khotbah Lebaran berakhir. Besarnya zakat fitrah
per orang adalah sebanyak 2.5 kg beras yang biasa kita konsumsi. Jika kita
mengonsumsi beras Rp 10 ribu/kg, maka besarnya zakat fitrah yang harus kita
bayarkan adalah sebesar Rp 25 ribu/orang. Zakat fitrah biasanya rutin kita lakukan
karena momennya pas.
Nah, selain zakat fitrah, kita juga diwajibkan untuk membayar zakat maal, yaitu
zakat atas harta yang kita miliki, dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Sebagai pembersih harta, sebaiknya zakat maal ini dilunasi agar harta yang kita
miliki lebih berkah karena sudah kita tunaikan hak orang lain di dalamnya.
Apa saja kategori “harta” yang harus ditunaikan zakat maal-nya?
– Milik penuh, bukan atas nama orang lain
– Berkembang (berpotensi untuk berkembang, atau dapat bertambah bila
diusahakan), misalnya hasil pertanian, peternakan, hasil usaha, hasil
investasi, barang temuan, bisnis, aset lancar.
– Cukup Nishab (mencapai jumlah tertentu)
– Lebih dari kebutuhan pokok
– Bebas dari utang yang jatuh tempo
– Berlalu satu tahun (hanya berlaku bagi ternak, harta simpanan dan perniagaan.
Sedang hasil pertanian, buah-buahan dan rikaz (barang temuan) tidak ada syarat
haul.
Untuk memudahkan, hitungan zakat ini bisa dibuat per 12 bulan hijriyah. Misal,
kita hitung per Ramadan. Artinya, jika Ramadan tahun lalu aset lancar kita
berjumlah Rp 100 juta, dan Ramadhn tahun ini berjumlah Rp 150 juta, maka jumlah
harta yang wajib dizakatkan adalah senilai Rp 100 juta, karena hitungannya
sudah masuk 1 tahun haul.
Nishab (batas tertentu suatu harta wajib dizakatkan) untuk aset lancar setara
dengan nishab emas dan perak. Jika sudah mencapai nilai setara dengan 85 gram
emas murni dalam setahun, maka harta tersebut tersebut sudah harus dizakatkan.
Besarnya zakat adalah 2.5% dari jumlah harta.
Jika Anda memiliki aset yang tidak digunakan, maka zakatnya dihitung dari nilai
wajar aset tersebut. Misal, Anda memiliki rumah senilai Rp 1 miliar yang tidak
ditempati dan dibiarkan kosong. Setiap tahun, Anda dikenai kewajiban zakat atas
rumah tersebut sebesar Rp 25 juta. Lain lagi jika rumah tersebut Anda sewakan.
Misal, uang sewa sebesar Rp 100 juta per tahun, maka zakat yang harus Anda
tunaikan hanya sebesar Rp 2.5 juta saja, yaitu 2.5% dari uang sewanya, bukan
dari nilai wajar rumahnya.
Islam memang mendorong agar semua aset yang kita miliki itu berdaya guna dan
tidak mengendap tanpa manfaat. Untuk itu, aset-aset yang dipakai tidak dikenai
zakat.
Bagaimana dengan penghasilan bulanan dan tahunan seperti THR dan bonus?
Nishab zakat penghasilan dianalogikan pada zakat emas, 85 gram emas murni dalam
1 tahun dengan tarif zakat sebesar 2.5%. Jika Anda berpenghasilan Rp 10 juta
per bulan, maka zakat yang Anda harus tunaikan sebesar Rp 250 ribu.
THR dan bonus pun zakatnya dihitung dengan cara yang sama. Jadi jika gaji Anda
Rp 10 juta per bulan (zakat sebesar Rp 250 ribu) dan bulan ini Anda menerima
THR sebesar gaji, maka zakat THR pun Rp 250 ribu.